Minggu, 31 Maret 2013

SEKILAS TENTANG PEKAN PRESTASI PELAJAR



Pekan Prestasi Pelajar adalah Suatu kegiatan tahunan yang diselenggarakan Oleh Badan Eksekutif Mahasiswa di STKIP Sebelas April Sumedang. Acara ini bertujuan untuk menyalurkan dan mengembangkan  Siswa /Siswi SMA/SMK/MA Sederajat sekaligus melatih sikap disiplin serta menanamkan nilai-nilai moral di dalamnya guna mengangkat image positif generasi di masa sekarang. Kemudian dari pada itu Kegiatan ini atau Pekan Prestasi Pelajar ini menyajikan bidang pendidikan, olahraga dan seni, yaitu Musikalisasi Puisi , PJKR (Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi), Pasanggiri Seni Sunda, Dan Cerdas Tangkas Matematika.

Ketentuan Perlombaan Musikalisasi Puisi

 MEMAHAMI MUSIKALISASI

A.    Musikalisasi Puisi; Definisi yang Tak-Terdefinisikan
Apa itu musikalisasi telah menimbulkan suasana konflik pengertian yang atasnya di beberapa waktu yang lalu, beberapa kawan-kawan dan guru-guru mengeluhkan hal ini, yang berangkat dari ketidakpuasan  yang kemudian menciptakan konflik ini terjadi, karena adanya perbedaan tentang pengertian musikalisasi puisi diantara mereka/peserta dengan dewan juri/panitia.
Realitanya, belum ada definisi musikalisasi puisi yang mutakhir. bahkan dalam banyak buku-teks sastra tidak mengenal, apalagi pembahasannya tentang musikalisasi puisi. selain itu, istilah musikalisasi puisi sendiri pun belum disepakati secara umum. ada beberapa seniman atau sastrawan yang menolak istilah itu. musikalisasi puisi dipandang sebagai istilah yang kurang tepat dan rancu.
Dari kondisi ini, maka dapat saja setiap induvidu memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang konsep musikalisasi puisi. beberapa situasi pemahaman atas musikalisasi adalah sebagai berikut :
Ø bahwa dalam musikalisasi puisi tidak boleh ada orang membaca puisi, jika ada pembacaan puisi, maka itu bukan musikalisasi puisi.
Ø bahwa dalam musikalisasi puisi boleh saja ada orang membaca puisi, sebab tidak semua kata-kata dalam puisi bisa dimusikalisasikan;
Ø bahwa orang membaca puisi diiringi alat musik bukan musikalisasi puisi; dan
Ø bahwa orang membaca puisi diiringi alat musik juga merupakan kegiatan musikalisasi puisi.
Mengapa musikalisasi puisi tidak didefinisikan, dan mengapa pula istilah itu sering ditolak. pertama, bahwa secara etimologi musikalisasi puisi merupakan dua konstruksi yang hampir identik, yakni musik dan puisi. puisi telah memiliki musik tersendiri (akan dijelaskan kelak), maka mengapa pula lagi harus dimusikalisasikan dengan memberikan unsur musik kepada puisi. iman Budi Santosa pernah mengusulkan istilah musik puisi, yang tekanannya pada kolaborasi musik dan puisi. sementara dalam musikalisasi puisi, puisi ysng memiliki aturan-aturan dan kaidah-kaidahtersendiri dipandang harus tunduk menjadi objek, yang bisa diperlukan apa saja dalam proses itu.
Kedua, musikalisasi puisi merupakan kegiatan yang bersifat kreatif. Kreatif, artinya gagasan musikalisasikan puisi didasari oleh dan dari keinginan-keinginan individual bersifat subjektif yang bertujuan untuk kepuasan pribadi. Puisi, selain sebagai karya sastra yang harus diinterpretasikan, juga dapat menjadi medium kreatifitas. sama seperti dramatisasi puisi, yang juga merupakan kegiatan kreatif. dan ketiga, karena bersifat kreatif, maka musikalisasi puisi pun tidak memiliki kategori-kategori, batasan, atau aturan-aturan yang bersifat mengikat.

B.  Pengertian Musik; Musik Tidak Identik dengan Lagu
Musik (music) sering dipahami sama dengan lagu (song). Berangkat dari pengertian inilah, maka musikalisasi puisi sering terjerumus pada anggapan mengubah sebuah puisi menjadi lagu. ini jelas kurang tepat, karena musik tidak identik dengan lagu. musik yang berasal dari bahasa Inggris, music, (apa padanannya dalam bahasa Indonesia) secara sederhana memiliki pengertian berirama, suatu susunan bunyi-bunyi bernada yang membentuk sebuah irama tertentu yang harmoni. sementara pengertian lagu (dari bahasa Arab; al laghwu) lebih ditunjukkan pada suatu teks yang dengan sengaja dan sadar dinotasikan dengan nada-nada tertentu dan dibentuk oleh melodi.
Tanpa lagu  pun sebuah konstruksi musik pun tetap dapat terbangun. Simponi klasik misalnya, secara umum tidak memiliki teks. demikian juga instrumentalia ala Kitaro, Kenny G., atau Samba Sunda sebagian besar juga tidak memiliki teks. Selain itu ada juga nyanyian, seperti nasyid, choral, al chapella, rubaiyah, syair atau gending, yakni lagu yang mengandalkan kemampuan musik alami manusia dan tidak memerlukan alat musik pengiring.

C.    Musik dalam Puisi; Irama, Rima dan Ragam Bunyi sebagai Unsur Musik dalam Puisi
Suatu konvensi dalam menulis puisi yang diikuti penyair adalah kemampuan untuk membangun unsur musik dalam karyanya itu, dalam hal ini irama. Ini sering terlupakan oleh kita dalam kegiatan musikalisasi puisi, bahwa puisi sendiri telah memiliki unsur musik. Penyair ketika menyusun kata-kata dalam puisinya akan memperhitungkan irama, agar suasana dan makna puisi tersebut dapat tercapai. Tanpa harus mengatakan suasana apa dalam puisi, tetapi dengan mengatur komposisi kata-kata, maka puisi akan membangun suasana. Menyusun rima salah satunya, adalah satu kegiatan untuk mengatur fisik puisi agar tercipta irama. kita mengenal dalam puisi ada rima akhir, rima awal, ada asonansi (runtutan bunyi-bunyi vokal) dan ada aliterasi (runtun bunyi-bunyi konsonan). Penggunaan kata-kata onomatope juga berfungsi untuk membangun suasana musikal pada puisi. Selain itu ada juga bunyi cachoponi dan euphony yang berfungsi membentuk suasana musikal pada puisi.
Dari penjelasan di atas, maka selain sama-sama memiliki teks, kesamaan dasar antara puisi dan lagu, yakni sama-sama memiliki unsur musik. Perbedaannya terletak pada materi dasar pembentukan musik itu. jika musik pada puisi dibentuk oleh kata dan komposisi kata, maka musik pada lagu dibentuk oleh nada dan melodi.

D.  Hakikat Puisi adalah Pembacaan; Keterbacaan Musikalisasi Puisi
Puisi tercipta untuk dibaca, karenanya membaca dan puisi bagai dua sisi keping mata uang. Pembacaan diperlukan karena puisi mengandung sistem kode yang rumit dan kompleks. Ada kode bahasa, kode budaya, dan kode sastra. Untuk memahami sebuah puisi, maka pengetahuan akan ketiga kode ini sangat diperlukan. musikalisasi puisi pun harus beranjak dari konsep pembacaan ini. Pembacaan yang diintegrasikan dengan nada dan melodi dapat memperkuat suasana puisi, memperjelas makna dan ikut membantu membentuk karakter puisi menjadi lagu, jika memang dapat merusak, bahkan menghancurkan puisi itu sendiri.
Banyak bagian puisi hanya akan kuat kalau dibacakan, yang justru akan hancur kalau dilagukan. Misalnya tempo dan negasi. Tempo dalam puisi berfungsi untuk mendapat efek, dan negasi (saat diam) berfungsi untuk menciptakan suasana kontemplatif, sugestif, dan aperseptif dalam sebuah puisi. Dalam pembacaan puisi, negasi juga bisa membantu seorang pembaca untuk improvisasi, jika mengalami “habis napas”. Dalam satu bait puisi dapat dimungkinkan terdapat beberapa tempo yang berbeda, dan bisa terjadi beberapa kali perubahan negasi.
Sementara pada lagu, negasi tidak ada. Persamaan istilah yang mungkin mendekati adalah kadens. Pada lagu kadens adalah jeda antara satu frase berikutnya, bait satu ke bait berikutnya, atau saat menuju rafrain dan fading. Sedangkan tempo pada lagu dikandung oleh satu konstruksi bait, yang ditentukan kecepatan gerak dalam tiap-tiap notasi. Namun, keseluruhan lagu tersebut dapat pula lebih dahulu ditentukan temponya, seperti ada istilah-istilah forte, piano forte, allegro, adagia, dan sebagainya.
Tempo dan kadens pada lagu umumnya bersifat permanen dan lebih ditentukan sebelumnya oleh pencipta lagu tersebut. Sedangkan, tempo dan negasi pada puisi dipengaruhi oleh dua hal, pertama suasana asli puisi dan kedua ditentukan oleh situasi apresiasi. Puisi harus tetap puisi. Musikalisasi puisi harus tetap menghormati puisi sebagai teks sastra., tidak bertujuan mengubahnya sebagai teks lagu. Teks puisi diciptakan oleh penyairnya pada hakikatnya adalah untuk dibaca, sedangkan teks lagu dimuat memang untuk dilagukan.
Berdasarkan pemaparan diatas, panitia lomba musikalisasi puisi menekankan bahwa format perlombaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.   Musikalisasi puisi menjadikan seluruh teks puisi menjadi syair lagu, tetapi tetap harus terdapat unsur pembacaan puisi, baik sebagai backsound maupun selingan lagu.
b.   Peserta tidak diperkenankan mengubah satu kata pun dalam teks puisi yang dimusikalisasikan.
c.    Musik/lagu yang dibawakan harus aransemen sendiri.
d.    Tidak diperkenankan menggunakan alat musik elektrik (keyboard/organ/gitar listrik, dll).


KETENTUAN PERLOMBAAN LOMBA MUSIKALISASI PUISI

A.  KETENTUAN UMUM
1. Peserta adalah siswa/siswi SMA/SMK/MA yang tergabung dalam sanggar teater/sastra di sekolah masing-masing dan merupakan perwakilan dari setiap SMA/SMK/MA se- Jawa Barat.
2.  Setiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari satu tim musikalisasi puisi.
3.  Setiap tim tidak lebih dari 2-5 orang dengan pembagian tugas diserahkan.
4.  Setiap tim mengisi formulir pendaftaran sesuai yang disediakan panitia dan melengkapi persyaratan yang  ditentukan.
5.  Setiap tim wajib mengikuti technical meeting.
6.  Grup yang akan beganti personil harus menghubungi panitia dan membuktikan bahwa personil pengganti merupakan siswa/siswi dari sekolah yang sama dengan fotokopi kartu pelajar.
7.  Technical meeting akan dilaksanakan pada hari Minggu, 5 Mei 2013.

B.  KETENTUAN KHUSUS
1.   Setiap tim peserta memilih dan mementaskan salah satu dari empat naskah puisi yang telah disediakan panitia sbb :
a. Sajak Suara karya Wiji Thukul
b. Gugur karya W. S. Rendra
c. Aku Tulis Pamphlet Ini karya W. S. Rendra
d. Langkah Dibalut Sunyi karya Tarso Brekel
2.    Peserta tidak boleh mengubah satu kata pun dari puisi yang dimusikalisasi.
3.   Menjadikan seluruh teks puisi menjadi syair lagu, tetapi tetap harus terdapat unsur pembacaan puisi, baik sebagai backsound maupun selingan lagu.
4.    Musik yang dibawakan harus aransemen sendiri.
5.    Peserta menggunakan instrumen bebas tapi non-elektrik.
6.    Durasi persiapan alat maksimum 5 menit.
7.   30 menit sebelum pembukaan acara lomba, peserta wajib hadir untuk melaksanakan daftar ulang dan pengambilan nomor undian.
8.    Penilaian dilakukan ketika peserta berada di pentas.
9.    Durasi pementasan setiap naskah dari setiap grup tidak lebih dari 10 menit.
10.  Panitia tidak menyediakan alat musik yang diperlukan oleh peserta.
11.  Panitia menyediakan sound system dengan tiga michrophone.
12. Penghitungan durasi pementasan dimulai setelah pembawa acara memperkenalkan peserta kepada dewan juri dan audiens.
13.  Peserta yang telah dipanggil sebanyak tiga kali panggilan tetapi tidak hadir dinyatakan gugur.

C.      KETENTUAN PENILAIAN
1. Penilaian dan penentuan pemenang dilakukan oleh tim juri.
2. Penilaian mencakup :
·      Penafsiran/pemaknaan puisi (25%)
·      Komposisi musikal (25%)
·      Vokal (20%)
·      Keselarasan/harmonisasi (20%)
·      Penampilan (10%)
3. Putusan tim juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggugugat.
4. Tim juri adalah orang-orang yang berkompeten di bidang sastra, teater dan musik yang berjumlah 3 orang dan baru akan diumumkan pada technical meeting demi menjaga kerahasiaan.


D.      NASKAH PUISI

Sajak Suara
karya Wiji Thukul

Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu
menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan
dari lidah jiwaku?!
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
disana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin mer
ayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan geletar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan
?!

Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari
aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
!


GUGUR 
karya W. S. Rendra

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya

Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."

Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!"

Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya



Aku Tulis Pamplet Ini 
karya W. S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !


Langkah Dibalut Sunyi
karya Tarso Brekel

Seorang bocah kecil dekil terbuang
Kau tidur berselimut air hujan
Beralaskan Panasnya aspal jalanan
Mimpimu tinggi di awang – awang
Mencari bintang yang kian hilang

Diantara asap debu yang angkuh
Kau jajakan serak suaramu
Berjalan lesu, kering tulang rusukmu
Kering bibirmu…
Menambah kumuh pucat wajahmu

Engkau yatim piatu dibesarkan trotoar jalan
Jiwamu pantang mengeluh….
Malam bapakmu…
Mentari ibumu…

Langkahmu perih dibalut sunyi
Rindukan senyum dan belai kasih
Jalani hidup yang sendiri
Yatim piatu berteman sepi

Jangan mengeluh janganlah putus asa
Yakinlah masa depanmu cerah
Jiwamu kuat janganlah pasrah
Lawanlah tajam pisau dunia

Lemparkan murka pada perebut tahta
Koyakkan nadi para penguasa buta hati